Chapter Text
Mingyu tahu kok kalau membina bahtera rumah tangga itu nggak cukup kalau cuma dengan cinta, banyak hal lain yang dikorbankan agar bahtera itu kuat mengarungi derasnya ombak kehidupan. Tapi dia nggak tahu bahwa ternyata lebih banyak hal yang harus dia korbankan sampai sampai dia hampir kehilangan dirinya sendiri. Masih bisa diperbaiki, katanya. Kasihan anak kamu, katanya. Tapi orang orang nggak tahu gimana tersiksanya Mingyu dalam pernikahan yang walaupun baru seumur jagung, sakit yang Mingyu rasain lebih banyak dari sepanjang 21 tahun kehidupannya.
Seungcheol, suaminya juga sama muda dan naifnya. Cuma beda dua tahun sama Mingyu dan emosi keduanya lagi meledak meledaknya saat itu. Di rumah tangga mereka, badai kecil yang harusnya bisa dilewati dalam semalam justru mereka pelihara sampai mereka tenggelam di dalamnya. Nggak ada jalan lain selain pisah. Cuma ini satu satunya biar kita bertiga bahagia. Kata Seungcheol yang untungnya masih punya keberanian buat pulangin Mingyu balik ke rumah orang tuanya di Bandung dan nitipin Raya selagi mereka ngurus proses perceraian.
Hak asuh Raya jatuh di tangan Mingyu karena waktu perpisahan mereka Raya baru berusia 8 bulan dan masih membutuhkan asi, jadi selama itu Raya menghabiskan waktu lebih banyak dengan Mingyu. Walaupun Raya tinggal bersamanya, Mingyu tidak pernah membatasi kunjungan Seungcheol. Kapan saja Seungcheol boleh datang untuk menemui anaknya. Nggak seperti dulu, Seungcheol yang Mingyu lihat setelah perceraian mereka jauh lebih dewasa. Ada saatnya Mingyu harus pulang terlambat karena mengurusi pekerjaan, maka Seungcheol dengan siap sedia menggantikan Mingyu berjaga padahal Seungcheol juga nggak kalah sibuknya.
Raya tumbuh jadi gadis kecil yang pintar dan cantik, pipinya bulat, bulu mata dan alisnya lebat seperti Ayahnya dan gigi pertama yang tumbuh bukannya yang depan melainkan gigi taringnya, membuat Raya nampak seperti Papi Mingyu.
Mingyu bersyukur pilihan mereka untuk berpisah bukan pilihan yang salah. Mingyu dan Seungcheol kembali ke kehidupan mereka sebelumnya. Walaupun tetap nggak bisa sepenuhnya, sih. Karena mereka masih harus bergantian mengurus Raya. Tapi setidaknya nggak ada lagi drama nggak penting yang perlu diributkan apalagi di depan Raya. Keduanya menikmati prosesnya dan semuanya terasa menyenangkan sampai 7 tahun setelah perpisahan mereka, Raya mulai nanyain kenapa orang tuanya nggak tinggal serumah seperti orang tua teman temannya di sekolah. Kenapa mereka bertiga nggak pernah jalan jalan bertiga, kenapa selalu dengan ayah, nenek, kakek atau papi, oma dan opa. Kalau sudah begitu mereka cuma bisa jelaskan seadanya, mengatakan walau Ayah dan Papi tidak tinggal serumah tapi rasa sayang mereka sama seperti rasa sayang orang tua teman teman Raya yang tinggal satu rumah.
Mingyu sama Seungcheol nggak sepenuhnya yakin kalau Raya udah paham tentang perpisahan mereka tapi mau bagaimana lagi, mereka cuma berharap Raya nggak ngerasa kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya dengan ngasih apa yang Raya mau selama masih dalam batas yang wajar buat anak usia 7 tahun. Tapi ada satu hari dimana batas wajar itu jadi pengecualian, yaitu hari ulang tahunnya. Keinginan Raya tahun ini sederhana kok, Raya cuma pengen lihat Minion sama Ayah sama Papi. Sederhana di mata Raya, tapi bagi orang tuanya ini terlalu ribet pasalnya minion yang ingin dilihat Raya itu maksudnya pameran Minion di Singapore. Keduanya sempat debat, yang kemudian jadi debat terpanas selama perpisahan mereka. Tapi kemudian keduanya nurunin ego masing masing, demi kebaikan Raya(lebih tepatnya Raya nggak sengaja dengar sampai nangis sesenggukan). Maka dari jauh jauh hari Mingyu udah siapin semuanya, tiket, hotel dan printilan lainnya. Sementara Seungcheol bagian bayarin semua perjalanan mereka soalnya dia nggak bisa banget rencanain perjalanan.
Ketiganya lagi duduk sambil makan es krim waktu Mingyu nyadar Raya nggak kelihatan sesemangat itu buat balik ke hotel. Waktu lihat minion tadi juga Raya nggak begitu excited, malah lebih berbinar mata Ayahnya ketika makhluk kuning itu ngasih hi-five. Mingyu cuma mikir mungkin Raya laper, tapi bahkan setelah makan kepiting kesukaannya Raya masih aja rewel padahal selama ini Raya nggak pernah rewel kecuali saat demam.
“Raya pasti capek, kan? Makanya ayo cepat habiskan es krimnya terus kita bobok” Ucap Mingyu sambil mengelus puncak kepala Raya yang tertutup topi berwarna kuning yang senada dengan bajunya.
“Iya. Nanti Raya bobok sama Ayah, besok setelah lihat lizard Raya bobok sama Papi” Tambah Seungcheol. Mereka sudah memesan dua kamar hotel dengan connecting door, rencananya Raya akan tidur dengan Seungcheol pada hari pertama dan hari terakhir dengan Mingyu. Raya juga sudah diperingatkan berkali kali mengenai hal itu dan sudah setuju. Tapi respon Raya kali ini sangat berbeda, Raya justru semakin menekuk wajahnya dengan lesu.
“Raya pengen bobok sama Ayah sama Papi..” Ungkap Raya lirih.
“Kan Raya sudah janji sama Ayah sama Papi kalau boboknya gantian..” Ucap Seungcheol.
“Tapi, Yah..” Protes Raya. Di ujung mata bulatnya sudah menumpuk genangan air.
“Raya” Panggil Mingyu tegas, membuat Raya semakin merapatkan tubuhnya ke Ayahnya. Raya memang cenderung lebih menurut pada Mingyu sementara Seungcheol lebih lembut dan nggak tegaan. “Ingat kata Papi, kan? Raya harus tepati janji, seperti Ayah dan Papi yang sudah tepati janji untuk ajak Raya lihat minion” Lanjut Mingyu.
Raya semakin menunduk. Es krim yang sudah setengah meleleh mengotori tangan mungilnya dan beberapa kali menetes ke celana Seungcheol. “Baik, Papi..” Jawabnya lesu.
Ketiganya beranjak setelah menghabiskan es krimnya. Beruntung Raya jauh terlihat lebih bersemangat setelah dibelikan bando berbentuk kuping Mickey Mouse. Tangan kanan dan kirinya digandeng Ayah dan Papinya lalu diayun ayunkan selama berjalan di lobby. Untuk sekejap ketiganya terlihat seperti keluarga bahagia pada umumnya.
“Papi, Raya senang sekali hari ini.” Ucap Raya sambil mengecup pipi Mingyu saat mereka sampai di depan kamar Mingyu dan bersiap untuk berpisah. Mingyu hanya mengangguk dan membalasnya dengan mencubit pipi Raya gemas.
Keesokan paginya, Seungcheol muncul dari balik pintu yang menghubungkan kamar keduanya dengan wajah yang panik.
“Panas dari semalem” Jelas Seungcheol waktu Mingyu udah di duduk di sebelah Raya. Mingyu udah sebel banget soalnya kenapa Seungcheol nggak bilang dari semalam padahal yang bawa obat obatan Raya itu Mingyu.
“You sleep so soundly. Aku nggak tega bangunin” Jelas Seungcheol yang semakin membuat Mingyu mengernyit bingung.
“Kamu nggak tega bangunin aku tapi tega lihat anak kamu tidur dengan demam sampai 39 derajat gini”
Seungcheol nggak bisa ngelak, semalam suhu tubuh Raya emang cuma kerasa anget tapi sekitar jam 2 Raya sempat ngigau manggil manggil Papinya. Seungcheol udah mau coba bangunin Mingyu tapi Mingyu beneran pules banget tidurnya. Makanya Seungcheol cuma minta plester kompres demam di resepsionis dan berharap suhu tubuh Raya bisa turun. Tapi nihil, waktu dia bangun Raya masih demam.
“Papi,,” Raya memanggil dengan suara seraknya dan bangun lalu beringsut untuk memeluk Mingyu. Mingyu menghela nafas dalam, menyentuh dahi Raya yang masih terasa panas.
“Minum obat dulu ya, Sayang?”
Raya mengangguk kecil lalu menelan obat sirup yang disuapi Seungcheol.
“Raya bobok dulu terus nanti kita lihat lizardnya kalau Raya sudah sembuh”
“Aku nggak mau lihat lizard, Papi”
“Terus Raya mau lihat apa?”
“Raya mau bobok sama Ayah sama Papi”
•
Matahari udah tenggelam dan seharian ini Raya terus nempel sama Ayah dan Papinya. Demamnya udah turun dan sekarang Raya lagi tidur nyenyak habis minum obat dan dibacain dongeng. Tadi Seungcheol sempat minta tolong temannya yang dokter buat meriksa Raya, katanya sih Raya nggak apa apa cuma kecapekan. Makanya mereka jadi batalin semua rencana hari itu dan cuma main dan nonton kartun di kamar.
“Mingyu, mau makan apa gitu nggak?” Tanya Seungcheol sambil menggulir aplikasi pesan antar. Dia cuma makan roti bekal yang mereka bawa dari Jakarta tadi siang, Mingyu juga. Mereka jadi ikutan nggak nafsu makan soalnya Raya juga cuma mau makan buah. “Kalo nggak makan nanti kamu juga sakit”
Mingyu terkekeh, matanya masih separuh terpejam. Di sebelahnya, Raya sudah mulai mendengkur halus. “Pizza?”
“Klasik”
“Pengen chilli crab sih, tapi ribet nggak makannya?”
“Kalo take away nggak bakal seenak di resto deh”
“Tom yum aja Kak, i know good place near here yang bisa pesan antar”
“Go on” Seungcheol menyerahkan ponselnya ke Mingyu, ngebiarin dia milih sendiri restonya. Kalau Seungcheol sih ngikut aja soalnya dia doyan semua.
Untuk sekejap lagi, keluarga ini kelihatan seperti keluarga bahagia pada umumnya. Di sisi kanan Raya ada Mingyu yang lagi scroll ponsel buat pilih makanan sementara di sisi kirinya ada Seungcheol yang lagi liatin Mingyu dan ngerasa sedikit lega soalnya sinar yang dulu dia lihat di Mingyu sekilas bisa kelihatan lagi pas Mingyu nemuin resto yang dia maksud dan mulai masukin pesanannya. Tapi nggak memungkiri juga kalau ulu hati Seungcheol kerasa ngilu sedikit, ngerasa bersalah sama Mingyu karena udah ngambil sinar di balik mata Mingyu karena dia dulu egois banget ngajak Mingyu nikah padahal dia belum punya apa apa dan masih labil.
Seungcheol berbalik buat natap langit langit terus narik nafas kasar, kebetulan kedengeran sama Mingyu. Mingyu ketawa sambil ngasih balik ponsel Seungcheol. “Kenapa?”
“Aku pernah minta maaf yang proper nggak sama kamu?”
Mingyu mengedipkan matanya beberapa kali, takut salah mendengar. “Maksudnya?”
“Aku.. kayaknya nggak pernah minta maaf sama kamu”
Mingyu tertawa pelan. “Aku udah maafin kamu, kok. Kalo belum, nggak mungkin aku mau kita tidur sekasur gini”
“You’re so kind. Aku minta maaf ya, Mingyu. Atas semua yang pernah aku lakukan ke kamu dan Raya”
“Kak?”
“K-kenapa?” Seungcheol kaget soalnya sekarang Mingyu udah bangun dari rebahannya dan liatin dia lekat banget sampai Seungcheol mikir mungkin ada sesuatu di wajahnya.
“Kamu nggak lagi ngajak aku rujuk, kan?” Tanya Mingyu, keliatan serius tapi dibaliknya dia juga nahan ketawa.
“Aneh banget tiba tiba minta maaf” Lanjutnya sebelum turun dari kasur dan ngilang di balik pintu kamar mandi. Ninggalin Seungcheol yang jadi mikirin hal yang nggak pernah Seungcheol pikirin sebelumnya. Rujuk.
Selama perpisahan mereka, Seungcheol dan Mingyu juga nggak luput dari menjalin hubungan dengan orang lain. Tapi nggak pernah awet. Yang paling lama berhubungan sama Seungcheol itu Minghao, sekretarisnya di kantor dan dia juga udah akrab banget sama Raya. Mingyu bahkan sempat menebak kalau Seungcheol bakal nikahin Minghao tapi Seungcheol merasa belum siap buat menjalin hubungan yang lebih serius lagi walaupun Ia sudah menduda cukup lama, sampai akhirnya Minghao menikah tahun lalu dengan seorang fashion designer dan pindah ke Milan. Setelahnya, Seungcheol nggak pernah kelihatan sama siapa siapa lagi.
Kalau Mingyu sih, dia nggak pernah secara resmi menjalin hubungan. Orang yang paling dekat sama dia cuma Seokmin, temannya dari SMA. Seokmin selalu bantu Mingyu dimanapun dan kapanpun. Tapi cuma gitu aja, Seokmin lagi persiapan mau menikah sama temen kuliahnya dari Amerika. Selain Seokmin, ada lagi sih yang dekat dengan Mingyu. Tapi Mingyu selalu takut buat sebut namanya soalnya dia lumayan terkenal. Jihoon. Vokalis band Universe yang lagi naik daun, temannya Seungcheol juga dulu waktu kuliah. Seungcheol nggak tahu kalau Mingyu pernah dekat sama Jihoon, itu juga yang buat Mingyu enggan buat bahas.
Waktu makanannya udah dateng, keduanya mutusin buat makan di kamar Mingyu soalnya takut ganggu Raya yang tidurnya masih nyenyak banget. Tapi entah gimana caranya, suara gemerisik alat makan plastik dari makanan pesan antar sekarang sudah berubah jadi suara kecapan bibir ketemu bibir yang terdengar basah. Dan erangan yang berbaur sama kata kata nggak bermakna yang keluar dari mulut keduanya.
“K-kak,,” Mingyu dorong pelan bahu Seungcheol buat ngasih jarak yang cuma cukup buat keduanya ngeraup oksigen. Dari jarak segini Mingyu bisa liat pipi Seungcheol jadi semerah kepiting rebus yang Raya makan kemarin, pipinya juga pasti sama soalnya sekarang dia ngerasa seluruh badannya ikutan panas. Ditambah dengan telapak tangan Seungcheol yang narik tengkuknya lagi buat ketemuin lagi bibir mereka ke ciuman yang lebih dalam.
“Aku kangen banget” Bisik Seungcheol yang buat Mingyu merinding sebadan soalnya dia bilangnya sambil jilat dan gigit kecil leher Mingyu. Tangan kasar Seungcheol yang udah menggerayang di punggungnya dari balik jaket biru Mingyu juga sama sekali nggak membantu otak Mingyu buat bisa bekerja dengan waras. Buktinya, otaknya sekarang nyuruh dirinya buat berhenti soalnya selain apa yang mereka lakukan ini nggak bener, besar kemungkinan Raya kebangun dan nyariin mereka berdua. Tapi badannya berkhianat dari otaknya dan justru semakin nyari enaknya sendiri dengan mulai gesekin selatannya ke paha Seungcheol yang sekarang mepetin dia ke kasur dan nindih pake badannya yang, entah sejak kapan jadi sebesar ini.
Seungcheol sendiri udah kehilangan warasnya sejak lama, sejak bibir Mingyu jadi lebih merah karena dia nuang chili oil kebanyakan ke kuah tom yumnya. Sejak Mingyu nawarin dia buat minum bir dingin yang diambil dari lemari pendingin di sudut kamarnya. Sejak Mingyu mulai bales sesapan Seungcheol di lidahnya waktu Seungcheol yang secara impulsif narik Mingyu ke dalam ciuman. Semakin nggak waras waktu Mingyu narik tali bath rope yang dia pakai karena baju gantinya ketumpahan jus jeruk Raya dan sekarang cuma ninggalin boxer pendek yang semakin nunjukin tegang kemaluannya.
Rambut coklat Mingyu udah berantakan kena gesekan dengan kasur di belakangnya, jaketnya udah tersingkap tinggi nunjukin perut rata dan dadanya yang kencang, jadi bukti seberapa keras Mingyu berolahraga buat balikin badannya setelah mengandung Raya. Mingyu susah payah nelan ludah, tangannya coba buat ngeraih karet dalaman Seungcheol yang sekarang lagi narik dirinya menjauh.
“Mingyu, do you want me to continue or?” Seungcheol menggantungkan kalimatnya, nepuk nepuk dengkul Mingyu buat mastiin Mingyu punya cukup kesadaran sebelum mereka melangkah lebih jauh. Poor Mingyu. Kesadarannya udah menguap bareng udara yang keluar dari balkon yang mereka biarkan sedikit terbuka. Bahkan pikiran tentang Raya udah berganti jadi bekas cakaran kukunya di tato pohon olive di punggung Seungcheol yang terpampang jelas waktu dia berbalik buat nyari sesuatu di tasnya.
“I don't have any condoms, tho”
Mingyu narik nafas dalam lalu bangkit dan narik wajah Seungcheol buat berhadapan sama dirinya. Nggak ada kata yang dikeluarkan tapi dari wajah Mingyu, Seungcheol harusnya paham kalo Mingyu udah nggak peduli dan cuma mau Seungcheol ada di dalamnya sekarang. Kepedean tapi karena Mingyu habis itu cium dan sesap sesap bibir atas dan bawah Seungcheol gantian dan ngasih lumatan kasar, Seungcheol ngartiin itu sebagai sebuah persetujuan.
“Hhh.. Kak-”
Seungcheol bawa kembali Mingyu buat rebahan di kasur. Ngelepas jaket biru Mingyu yang ngejadiin masing masing mereka cuma punya satu lapis pakaian yang menempel. Mingyu segera lepas dalamannya soalnya dia ngerasa risih fabric itu udah terlalu basah dan ngelenguh kencang waktu Seungcheol ngelakuin hal yang sama dan nunjukkin penisnya yang udah berdiri tegak.
“I'm gonna make this real quick”
Satu ciuman lagi di bibir Mingyu buat dia terbang jauh ke awan sebab ciumannya dibarengi dengan gusakan ibu jari Seungcheol yang kasar di klitorisnya, membuat lubangnya semakin banyak ngeluarin lendir. Waktu bibir Seungcheol beralih buat ngisep puting Mingyu dua jarinya udah masuk dan siapin lubangnya buat sesuatu yang jauh lebih besar.
“Hh-Cheolhh..Can you just– put it in?”
Seungcheol meringis ketika ngerasain penisnya dijepit kuat sama lubang Mingyu, masukin inci demi incinya sambil lihatin badan Mingyu yang mengkilap dimana mana karena air liurnya, dan bibirnya yang nggak berhenti merapal namanya.
“Relax, Mingyu or we'll end up waking Raya up”
“Ahh.. Sakit-”
Mingyu narik nafas sebentar sembari lubangnya nyesuaiin ukuran Seungcheol di dalamnya. Udah terlalu lama buat Mingyu ingat tentang gimana rasanya bersenggama sama Seungcheol. Nafas panas Seungcheol juga kerasa banget di telinga Mingyu, jadi bahan bakar buat api gairah mereka tumbuh makin besar.
Mingyu gerakin pinggulnya duluan lalu disambut baik sama Seungcheol. Pria itu narik sedikit penisnya untuk kemudian dorong penuh ke dalam. Seungcheol ngelakuin itu beberapa kali sampai bibir Mingyu nggak lagi merintih kesakitan tapi ngeluarin liur dan mendesah keenakan.
Satu dorongan Seungcheol berhasil nyentuh titik terenak Mingyu sampai sampai rasanya Mingyu bisa ngelihat bintang kalau bahu lebar Seungcheol nggak nutupin pandangan di depannya. Seungcheol yang berhasil nangkep sinyalnya buru buru numbuk titik itu lagi berkali kali. Dari kamar sebelah tempat Raya masih tertidur pulas, samar samar kedengeran kegiatan bercinta mereka, tepukan kulit ketemu kulit, kecapean basah dan geraman dua orang yang sibuk ngejar pelepasan masing masing.
Mingyu masih cukup sadar waktu dia ngerasain milik Seungcheol udah berkedut hebat di dalam dan nyuruh Seungcheol untuk nyabut dan ngeluarin spermanya di luar. Keduanya keluar bersama sama dengan tiga jari Seungcheol gantiin penisnya di dalam lubang Mingyu dan tangan Mingyu yang mengocok penis Seungcheol, memeras isinya dan dia tumpahin di bulu bulu halus kemaluan Mingyu yang sengaja nggak pernah Ia cukur habis.
•
Pagi berikutnya Raya membuka matanya duluan. Mengerjap lucu namun sedikit kecewa waktu dia menemukan kekosongan di sisi sebelah kirinya. Tangannya terulur buat nyentuh pipi Papinya yang masih mendengkur tapi terdistraksi sama lengan besar yang jadi bantal Papinya.
Dengan hati hati gadis kecil itu bangun dan beringsut untuk mendusal di tengah Ayah dan Papinya. Membuat keduanya bangun.
“Ayahhhh”
“Hmmm??” Seungcheol juga mengerjap lucu, tangannya terasa kebas karena jadi bantal Mingyu semalaman. Sementara Mingyu udah sedikit menjauh buat ngasih ruang buat Raya yang kini ada ditengah tengah mereka.
“Masih pusing nggak?” Tanya Mingyu dan dibalas gelangan oleh Raya, tangannya terulur menyentuh dahi putri kecilnya. Sudah normal dan Mingyu menghela nafas lega.
Mingyu ketawa sedikit lihat Seungcheol yang terus digangguin Raya karena dia memejamkan matanya lagi. “Raya jangan gangguin Ayah, Ayah capek tau”
“Abisnya Ayah nggak mau bangun” Ucapnya sambil memanyunkan bibir mungilnya. “Lagian kemarin kan kita nggak jadi jalan jalan, kenapa Ayah capek?”
Seungcheol senyum dikit masih sambil merem waktu denger perkataan Raya, beda sama Mingyu yang pipinya memerah inget kejadian semalam.
“Ya,, ngurusin Raya kan capek. Makan nggak mau, bobok nggak mau, mintanya digendong mulu..” Goda Mingyu.
“Raya udah nggak sakit loh, Papi…”
“Iya, soalnya Raya pinter kemarin mau minum obat”
Gadis kecil itu kemudian tersenyum bangga, nunjukin gigi taringnya yang pernah bikin Mingyu nangis kesakitan waktu dulu masih ngasih asi.
“Ayah, Papi,, Semalam Raya mimpi loh,,” Ucapnya sambil menoel noel hidung Ayahnya yang masih enggan untuk bangun.
“Mimpi apa Raya?”
“Raya mimpi Raya punya adik laki laki yang lucu”
“Oh ya?” Tanya Mingyu, di balik selimut kaki Seungcheol udah nendang nendang betisnya. Dia juga kelihatan nahan ketawa walau matanya masih terpejam erat.
“Iya Papi. Adiknya lucu seperti adiknya Kavi yang suka ikut jemput ke sekolah itu loh Pi..”
Mingyu cuma ngangguk ngangguk, ngerti banget kemana arah pembicaraan Raya.
“Papi.. Saat ulang tahun Raya tahun depan, Raya boleh minta adik tidak?”
Pinta Raya polos dan membuat Seungcheol bener bener udah nggak bisa lagi nahan ketawanya sampai terdengar bunyi kekehan yang buat Raya ngelihat balik ke Seungcheol dengan muka yang sebel.
“Ayah!! Kenapa tertawa? Boleh tidak Raya minta adik baru?”
“Tanya Papi, Papi mau nggak?” Ucapnya sebelum pecah dalam tawa yang hangat. Sementara itu Mingyu kelihatan merengut dan ujung kakinya yang kini menendang nendang betis Seungcheol.
Apakah ulang tahun Raya tahun depan juga jadi pengecualian bagi Seungcheol dan Mingyu untuk ngasih semua yang Raya mau termasuk ngasih adik ke Raya?
Who knows.
Anyway, selamat ulang tahun, Raya. Ayah dan Papi saayaaang Raya.
Chapter 2
Summary:
warning!!!! to my lovelies, my comrades,, let me hold your hand(and let me add a little smooch) when i say this because.. tidak ada bokep malam ini, yang ada hanya kesedihan
Notes:
send lots of love and makasih semuanya yg sudah mendukung keluarga kecil kami<33333
(See the end of the chapter for more notes.)
Chapter Text
Raya adalah bentuk nyata perpaduan kedua orang tuanya. Selain fitur wajah dan perawakan tubuh, sifat dan kebiasaan Raya seluruhnya mewarisi dari Ayah dan Papinya. Kepintaran, keberanian, dan keuletan Raya menurun dari Papi Mingyu, sementara kelembutan hati dan halus tingkah lakunya persis seperti Ayah Seungcheol. Namun sewajarnya manusia, nggak hanya sifat baik tapi sifat buruk orang tua Raya juga jatuh ke Raya.
Raya itu ceroboh dan cenderung nggak mikir dua kali buat ngelakuin atau ngomong sesuatu dan Mingyu sangat mengerti tentang hal itu soalnya sifat itu menurun dari dirinya. Walaupun Raya udah Mingyu biasain untuk terlibat dalam kegiatan sehari hari yang kiranya butuh mikir dua kali, gadis kecil itu kadang masih suka ceroboh. Tapi Mingyu masih bisa memaklumi, sesekali mecahin gelas atau sesekali nyeletuk terlalu jujur nggak pake filter juga wajar. Namanya juga anak anak.
Mingyu sendiri sih nggak terlalu ambil pusing tentang semua tingkah Raya yang kadang lucu, kadang nyebelin. Dia juga menyibukkan diri dengan pekerjaan, setelah resign dari pekerjaan lamanya di sebuah bank swasta, Mingyu memutuskan buat buka usaha sendiri. Wujudin cita cita lama dia buat punya kafe dan ngenalin masakan dia ke orang orang. Cita cita yang pernah pupus seiring dengan pupusnya hubungan dia sama Seungcheol dan baru bisa dia wujudkan setelah Raya mulai masuk sekolah sekitar dua tahun lalu. Akhir akhir ini, usahanya jadi semakin rame dan Mingyu mulai kewalahan buat bagi waktu antara ngurusin usahanya dan waktu buat bermain sama Raya.
Mingyu sempat kepikiran untuk hire nanny buat bantu dia, tapi walau bagaimanapun semua hal yang berkaitan sama Raya harus Mingyu diskusikan sama Seungcheol. Dibandingkan hire nanny, saat itu Seungcheol justru dengan sukarela menawarkan diri buat bantu sebisanya. Yang membuat Mingyu agak kerepotan kali ini adalah antar jemput Raya les, padahal selama ini mereka sepakati itu jadi tugasnya Mingyu. Mingyu jadi nggak enak, tapi Seungcheol nggak keberatan sama sekali karena memang pekerjaannya bisa lebih fleksibel. Lagipula Seungcheol ngerasa ngajak main Raya seminggu sekali saat weekend kurang banget. Hitung hitung buat memperkuat bonding sama Raya, begitu dalih Seungcheol. Padahal aslinya itu cara Seungcheol buat ngasih dukungan ke Mingyu karena Seungcheol tahu banget kafe itu udah jadi cita cita Mingyu dari lama. Maka sejak itu, frekuensi pertemuan mereka yang tadinya hanya seminggu sekali atau dua kali, sekarang jadi setiap hari karena jadwal les Raya penuh dari Senin sampai Sabtu.
Biasanya sepulang dari les, Raya akan ikut Seungcheol ke rumahnya. Karena Raya harus sekolah keesokan paginya dan jarak sekolah lebih dekat dari rumah Mingyu, sepulang dari kafe Mingyu akan jemput Raya untuk pulang. Atau sesuai mood Raya aja sih, kadang dia juga pengen nginep di rumah Ayahnya.
-
Minggu ini Seungcheol harus pergi ke Jepang buat ngurus ekspansi kantor barunya, untuk sementara urusan buat antar jemput Raya, Mingyu serahin ke Seokmin yang kebetulan lagi libur.
Seokmin bergumam ke lagu yang diputar dari speaker mobil waktu nunggu lampu merah berubah jadi ijo, sementara Raya duduk manis di bangku penumpang di sebelahnya. Pipinya gembung penuh sama roti isi sosis yang dibawain sama Mingyu buat bekal les berenang.
“Om Seokmin..” Panggil Raya setelah habisin bekal yang dia lupa makan waktu di tempat les tadi.
“Iya?” Seokmin menoleh, ketawa dikit waktu liat Raya belepotan saos tomat.
“Rujuk itu apa sih?” Raya bertanya dengan polos. “Kata temen Raya yang sudah kelas 6, Papi dan Ayah Raya mau rujuk-”
Seokmin kaget dan nggak nyangka pertanyaan begitu Ia dengar dari Raya, sempat bengong sebentar dengan mulut yang melongo dan baru sadar pas kendaraan di belakang mulai klakson klakson nggak jelas. “Tapi aku tidak tahu rujuk itu apa” Lanjut Raya waktu mobil udah mulai jalan lagi.
“Eh.. Itu Ray.. Rujuk itu buah yang dicocol ke sambal..” Jawab Seokmin asal, dia nyengir sambil garuk garuk tengkuknya yang sama sekali nggak gatal saking bingungnya. “Hehe,, Papi nggak pernah ajak Raya makan itu ya?”
“Ha??? Itu rujak kali Om..” Raya manyun sebel tapi setelahnya matanya berbinar lagi. “Oh iya! Om Seokmin tahu nggak, Raya juga mau punya adik baru, loh!”
Seokmin makin melongo dan otaknya tiba tiba ngeblank. Banyak pertanyaan yang harus dia proses di dalam kepalanya. "Memangnya Papi sama Ayah bilang begitu ke Raya?"
"Tidak, sih. Tapi kata teman Raya yang sudah kelas 6. Kalau orang tua kita bobok bareng, artinya mereka sedang membuat adik. Raya kemarin lihat Papi bobok sama Ayah di kamar Ayah. Raya tidak ganggu, loh Om. Soalnya waktu di Singapore, Raya gangguin Papi sama Ayah makanya adiknya tidak jadi" Cerocos Raya, persis seperti Mingyu saat sedang bercerita.
Seokmin cuma sanggup meringis menahan frustasi tentang bagaimana cara Seokmin menjelaskan kata Rujuk biar mudah dipahami sama Raya, tentang deklarasi Raya mengenai Papi bobok sama Ayah di kamar ayah atau tentang fakta bahwa anak Mingyu kecil kecil udah kena salah pergaulan.
Raya udah tidur karena kecapekan main dan Seokmin baru beres masak nasi goreng waktu Mingyu sampai di rumah. Bau nasi goreng Seokmin seolah ngundang Mingyu buat langsung menuju ruang makan dan menyuap sesendok dari piring Seokmin yang rupanya lagi video call sama tunangannya yang masih di Amerika. Setelahnya Seokmin buru buru matiin dan natap Mingyu siap buat menginterogasi.
“Kenapa dimatiin? Takut ketahuan kalo lagi vcs kah?” Goda Mingyu, sedetik kemudian suasana di sekitarnya berubah jadi nggak enak soalnya Seokmin sekarang lagi megangin lengan dia dan maksa Mingyu buat berhadapan sama Seokmin. Seokmin beneran udah nggak bisa nahan rasa penasarannya lebih lama lagi.
“Kim Mingyu, jujur sama gue” Ucap Seokmin serius. “Lo nggak hamil kan?”
“Uhukkk…” Mingyu tersedak dan Seokmin otomatis mundur karena kesembur nasi goreng dari mulut Mingyu, terus dia teriak heboh tapi tetep beranjak buat ambilin air minum.
“Eh… Sori sori..”
“Tolol” Ucap Mingyu setelah menenggak habis air minumnya. “Ngomong apaan sih?”
Seokmin akhirnya ngejelasin semuanya ke Mingyu termasuk hasil penelitian singkat Seokmin ke teman teman mereka, rupanya memang sempat ada rumor Mingyu mau balikan sama Seungcheol. Rumornya berkembang cepat di komunitas wali murid, makanya Teman Raya yang sudah kelas 6 itu bisa ngasih tahu Raya tentang kata "rujuk". Tapi emang nggak ada yang lebih enak buat jadi sasaran gosip selain gosipin duda ganteng, baik, ramah, dan banyak duit. Gitu kata Seokmin. Mingyu sih cuma bisa mengumpat dalam hati.
“Tapi Gyu, lo beneran udah tidur lagi sama bokapnya Raya?”
“Waktu di Singapore? Itu kan Raya yang minta tidur bertiga, rewel soalnya demam”
Seokmin geleng geleng nggak puas sama jawaban Mingyu, soalnya yang dibilang Raya bukan bobok yang di Singapore. Kalau itu sih Seokmin udah tahu, tapi kali ini yang di rumah Ayah.
Mingyu nepuk jidatnya, stress. Kata mamanya Mingyu, anak kecil itu kaya radio rusak alias nggak bisa disetel. Jadi apapun yang keluar dari mulutnya bisa dipastikan benar. Makanya Mingyu sama Seungcheol udah janji buat jaga diri dan ucapan mereka dan cuma nunjukin hal hal yang baik di depan Raya. Soalnya selain takut Raya mengutip kebiasaan buruk orang tuanya, Raya juga bisa aja ngaduin kelakuan jelek orang tuanya ke kakek dan neneknya. Atau ke siapapun yang dia temuin, termasuk ngadu ke Seokmin kaya sekarang ini. Tapi bukan itu yang jadi masalah, ada hal lain yang lebih besar yang terus mengganggu pikiran Mingyu.
Mingyu itu ceroboh, dia tahu dan paham banget. Makanya Mingyu jadi punya kehati hatian yang lebih tinggi dibanding semua orang. Bagi Mingyu, semua hal harus diperhitungkan gimana dampak baik dan buruknya buat dia dan Raya. Mingyu paham juga kalau dia nggak bisa selalu sebaik seperti apa yang dia coba tunjukan di depan Raya, tapi setidaknya Mingyu udah gambar garis batas yang jelas mengenai hal hal tertentu, termasuk buat mewadahi jiwa mudanya yang masih pengen banyak menjelajah.
Mungkin karena itu juga Mingyu sampai sekarang belum berniat buat menikah lagi dan memilih buat menghindari komitmen, apalagi komitmen jangka panjang.
Namun satu hal luput dari perhitungan Mingyu. Ada satu garis batas yang sengaja Mingyu kaburkan, lagi lagi demi kebaikan Raya. Mingyu nggak mikir terlalu jauh sampai akhirnya batas itu jadi bumerang buat dirinya sendiri.
Mungkin bakal lebih ringan beban di kepala Mingyu kalau yang melewati batas itu Jihoon. Atau Jeonghan, guru kelas Raya yang terang terangan pernah confess ke Mingyu. Tapi yang ngelewatin batas itu Seungcheol. Orang yang pernah bikin Mingyu hancur dan ngerasa kehilangan harapan sama hidupnya, tapi Mingyu nggak bisa juga ngasih batas yang tegas soalnya Seungcheol juga orang yang sama yang ngasih obat pelipur laranya ke Mingyu, yaitu Raya.
Tentu Mingyu nggak sebodoh itu buat nggak sadar tentang maksud dan tujuan akhir akhir ini Seungcheol mendekatinya lagi. Dia juga nggak keberatan kalau Seungcheol menggunakan Raya sebagai dalih, lagipula Raya jadi jauh lebih ceria setelah menghabiskan waktu lebih banyak sama Ayahnya.
Mingyu lebih takut kalau ternyata dia salah mengartikan perasaan Raya jadi perasaannya, sebab nggak sedikit yang bilang kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang tua. Dan Mingyu nggak mau kaya gitu. Mingyu menghormati kebahagiaan dirinya sendiri. Mingyu mau kalau suatu saat dia membuka hati lagi, pintu kebahagiaan nggak cuma terbuka buat Raya, tapi buat dirinya juga.
Mingyu cuma berharap, pil kehidupan yang gagal Ia telan dan pahitnya selalu ganggu di pangkal tenggorokannya bakal selalu jadi pengingat agar Mingyu nggak jatuh di lubang dan kesalahan yang sama.
“Iya, gue tidur sama bokapnya Raya” Terang Mingyu.
Nasi goreng dihadapannya udah dingin dan rasanya jadi hambar. Seokmin lagi ngerebus air buat nyeduh teh yang dia bawa langsung dari Lembang. Mingyu nggak bisa liat jelas ekspresinya tapi dia kelihatan nggak begitu kaget.
“Nggak cuma yang ketiduran kaya yang tadi gue bilang. We slept as in,, having sex” Lanjutnya.
Selain Raya, Seokmin memang punya peran banyak dalam mengerem kelakuan Mingyu, dan dengan jujur ke Seokmin berarti Mingyu udah siap buat ditampar sama realita. Tapi Seokmin yang biasanya ngasih wejangan sambil cengengesan itu sekarang duduk tenang di seberang Mingyu. Nggak ada sorot mau menghakimi di matanya, nggak kelihatan mau ngeledek juga, justru Seokmin mandang Mingyu dengan teduh.
“Gapapa” Seokmin berujar lirih, hampir nggak kedengeran. Tapi nadanya masih cukup tegas buat nunjukin itu bukan bentuk kekecewaan. Dan itu udah cukup banget buat Mingyu. Dia lagi nggak butuh nasehat atau solusi atas pilihannya. Seokmin juga nggak maksa Mingyu buat cerita lebih jauh dan lebih memilih membiarkan Mingyu meredakan riuh yang terjadi di kepalanya dalam diam.
Notes:
yang nunggu1n had1ah ad1k buat raya, segenap admin (me n myself) hnya mmpu meminta maaf dan mmmohon warga sekalian untuk bersabar soalna raya ultahnya k4n mas1h tahun dep4n l4g1,,,xixixixi
Chapter 3
Summary:
let me kiss y'alls cheeks.. ada bokep hari ini, ada juga kesedihan dan ada juga cintaku yang dalam..
Notes:
might be off for a while after this but this is an invitation if anyone ever want to visit keluarga kecil kami <3
Chapter Text
Setelah perceraian, Seungcheol sempat benar benar menghilang dari hidup Mingyu dan Raya. Dia bahkan nggak bisa jelasin alasannya kenapa karena Seungcheol terlalu malu buat mengakui bahwa dalam pelariannya, dia sadar kalau dia udah salah besar dalam memaknai perpisahan. Seungcheol kira dengan berpisah sama Mingyu, dia bakal menemukan kebebasan. Namun bayangan tentang masa masa indah mereka terus berputar di dalam kepalanya.
Sementara sisi lain dalam dirinya, dia masih terus berharap bahwa Mingyu akan memohon untuk kembali padanya seperti perpisahan perpisahan mereka sebelum akhirnya mereka menikah. Namun nggak banyak yang Seungcheol tahu bahwa Mingyu sudah terlampau mantap berpisah, nggak ada lagi agenda untuk Seungcheol dalam hidupnya.
Sampai akhirnya Seungcheol nggak sengaja ketemu mantan ayah mertuanya di sebuah pusat perbelanjaan. Ayah Mingyu adalah orang yang paling Seungcheol segani selama hidupnya, bahkan lebih dari ayahnya sendiri, maka ketika Seungcheol dibawa Ayah Mingyu ke parkiran yang sepi Seungcheol hanya menurut. Disana Seungcheol ditempeleng keras, cukup keras untuk membuat Seungcheol sadar dan pulang dari pelariannya.
Ayah Mingyu nggak minta apapun dari Seungcheol selain untuk menemui Raya. Menemui buah hatinya.
Seungcheol kemudian memantapkan hati dan mempersiapkan diri buat ketemu Raya setelah satu tahun menghilang. Raya digendong Omanya dan tertidur pulas, tapi waktu Seungcheol mendekat Raya langsung kebangun.
Setelahnya Raya tersenyum lebar seperti mau nunjukin deretan giginya yang udah tumbuh dan belum sempat Seungcheol lihat. Merengek dan dengan langkah kecilnya Raya berlarian menuju ke arahnya. Raya juga sudah berbicara dengan cukup jelas, dan itu pertama kalinya Seungcheol dengar Raya manggil dia Ayah.
Keras kepalanya runtuh diganti sama lembut sentuhan Raya di pipinya. Hatinya yang kaku hancur luruh bareng renyah tawa Raya yang dalam seketika mengenali dirinya seolah Seungcheol adalah sosok yang selalu hadir dalam tumbuh kembangnya. Dan fakta bahwa Mingyu nggak pernah mencoba untuk menghapus keberadaan Seungcheol sebagai ayahnya Raya walaupun dengan segala tingkah pecundangnya membuat Seungcheol menyesal dan nangis di sepanjang jalan pulang.
Sejak saat itu, Seungcheol bersumpah untuk nggak pernah lagi ninggalin Raya dan pelan pelan menata hidupnya. Termasuk menata keberaniannya untuk bertemu Mingyu.
-
“...I’d like to thank Ayah for letting me help you make pancakes and Papi for teaching me how to ride a bike. And thank you for always giving me love even when we're apart. I love you Papi and Ayah. I hope Ayah and Papi could spend more time together with me. With love, Raya♡”
Raya tersenyum puas, malam itu dia berhasil membuat Ayah dan Papinya berada di satu ruangan yang sama lagi dalam rangka merayakan parents day. Perayaan sebetulnya sudah diadakan di sekolah, namun karena Seungcheol masih di Jepang dan Mingyu menghadiri workshop di Surabaya, yang menghadiri perayaan hari orang tua di sekolah Raya adalah Om Seokmin. Raya bete banget. Sampai Mingyu pulang keesokan harinya Raya masih nggak mau bicara. Selain marah, sebenarnya Raya juga takut karena kata teman teman Raya, yang orang tuanya tidak hadir ke sekolah nanti tidak bisa naik kelas. Tentu saja berita itu bohong, tapi Raya nggak percaya lagi apapun yang Mingyu katakan.
Kemudian Mingyu nyuruh Jeonghan untuk kasih tugas ke Raya aja sebagai gantinya biar Raya nggak takut nggak naik kelas, terus Jeonghan kasih tugas Raya untuk mengirimkan rekaman video dimana Raya membacakan gratitude letter yang telah dia tulis di sekolah kepada Ayah dan Papi.
Rekaman videonya sudah selesai, sudah dikirim juga ke Mr. Jeonghan yang akhirnya cuma dibalas ketawa dan emotikon jempol oleh Jeonghan. Raya juga sudah nggak ngambek lagi. Sekarang waktunya untuk tiup lilin dan potong kue.
“Semoga Ayah dan Papi selalu bersama dan tidak meninggalkan Raya sendirian lagi” Ucap Raya dengan mata terpejam dan dua tangannya menyatu di depan dada sebelum meniup lilin. Raya kemudian bawa ketiganya dalam satu pelukan besar yang hangat.
-
Seharusnya, Seungcheol nggak usah membiarkan Mingyu mengubek ubek dapurnya buat masakin dia sesuatu waktu Raya minta dibacain dongeng buat pengantar tidur. Seharusnya, Seungcheol membiarkan Mingyu pulang setelah Raya tertidur dan bukannya malah cari cari alasan biar Mingyu tetap tinggal sedikit lebih lama di rumahnya. Seharusnya juga, Seungcheol nggak usah nawarin Mingyu buat nginep dengan alasan apapun termasuk alasan biar mereka nggak kesiangan besok buat ajak Raya jalan jalan. Seharusnya, Mingyu juga bisa pakai haknya untuk menolak dan pulang saja. Tapi Mingyu menerima tawaran itu.
Membiarkan benang kusut yang menggumpal di kepalanya terurai sedikit demi sedikit dengan bantuan sentuhan Seungcheol di seluruh tubuhnya. Di rahangnya, di perpotongan lehernya, di dada dan perutnya, di paha dalamnya, di selangkangannya. Mingyu udah gila dan ngebiarin nafsu yang pegang kendali sistem kerja tubuhnya.
“Fuck– Mingyu. Hhh”
Mingyu menggesek selangkangannya pada paha Seungcheol. Maju mundur mengais friksi yang tercipta dari gesekan celana dalam, sweatpants abu abu miliknya dan celana jeans lengkap dengan kemeja flanel yang masih menempel di badan Seungcheol. Nafas keduanya memburu, tangan Seungcheol menahan tubuh Mingyu di kedua sisi pinggangnya dengan erat, menahan agar Mingyu tidak tersungkur sementara lutut Mingyu berulang kali menabrak gundukan di balik celana Seungcheol.
Tangan Mingyu meremas surai Seungcheol, membuatnya mendongak pasrah hingga pandangan mereka terkunci. Lekat dan hangat. Seulas senyum tersungging dari bibir Seungcheol yang tebal.
“Good boy..” Seungcheol gumamkan tanpa bersuara. Mingyu semakin kencang mendorong hingga sampai pada pelepasannya. Bercak basah tercetak jelas di bagian selangkangan Mingyu, merembes ke celana jeans Seungcheol.
Belum sempat Mingyu mengatur nafas, tubuhnya sudah direbahkan ke sofa. Seungcheol memberikan ciuman yang menuntut dan buru buru seolah nggak ada cara lain baginya untuk bertahan hidup selain dengan menyesap, membelitkan lidah dan mengecap air liur masing masing.
“Mhhh- Kak. Buka aja bajunya” Mingyu menepuk dada Seungcheol sebagai upaya dia mengambil udara. “You know dry hump will never work, kan?” Kini tangannya terulur membelai tengkuknya.
Satu kekehan berhasil keluar dari mulut Seungcheol.
“Says you who just come twice only from thrusting my clothed thigh”
“I didn’t say it for me to hear”
Mingyu menangkup penis Seungcheol dari balik celananya dan memberi remasan keras, yang punya hanya mengerang. “Nggak mempan di lo Kak maksudnya, nggak kasian sama ini” Satu remasan lagi dan seluruh darah yang ada di tubuhnya berdesir dan turun seperti mau meledak dari ujung penisnya.
Seungcheol masih menyisakan boxernya sementara pada tubuh Mingyu hanya tersisa kewarasan yang itu juga sudah hampir habis bersamaan dengan cairan yang terus disedot keluar dari lubang senggama Mingyu. Seungcheol menyapukan lidahnya panjang dari lubang analnya ke lipatan Mingyu, meraup dan menyimpan semua cairan yang keluar dari lubang Mingyu sebelum meludahkannya ke mulut Mingyu yang terbuka dan ditelan habis oleh Mingyu.
Suara televisi yang masih menampilkan kartun kesukaan Raya sayup sayup terdengar di sela kegiatan panas mereka. Mereka nggak pernah ngelakuin di tempat seterbuka ruang tengah kediaman Seungcheol ini. Kamar Raya hanya berjarak beberapa langkah dari mereka, sementara pakaian yang semula melekat di tubuh mereka tercecer di lantai bergabung dengan pensil warna milik Raya. Dan di sudut ruangan itu ada Kkuma, anjing milik Seungcheol yang punya pendengaran sangat sensitif, jika mereka nggak berhati hati dan Kkuma sampai terbangun, gonggongannya juga pasti akan membangunkan Pak Maman, sopir Seungcheol yang lagi ketiduran di teras.
Walaupun nggak bohong sih, hal itu juga yang nambahin sensasi panas sesi persetubuhan mereka.
“Kak hhh–” Sementara mulutnya bermain dengan puting Mingyu, satu tangan Seungcheol bermain di selatan Mingyu. “Can we- hhh move?” Rengek Mingyu. Dia nggak mau besok pinggangnya sakit karena Seungcheol nggak akan bisa pelan.
“Hmm? Pindah? Where to? Here?”
Seungcheol ketawa pelan, menikmati pemandangan Mingyu yang mukanya udah merah padam karena dia kerjain. Jari telunjuk dan jari tengah Seungcheol sudah masuk, mengorek dan mencari titik kenikmatan Mingyu, sedangkan ibu jarinya tidak berhenti memberi stimulasi di klitoris Mingyu yang masih sangat sensitif karena Seungcheol sempat menggigitnya tadi.
“Nghh.. iya–hh disitu. No.. I mean.. Pindah ke kamar”
Mingyu udah mau keluar waktu Seungcheol nyabut tiga jarinya dan bawa mereka pindah ke tempat tidur Seungcheol di kamar. Setelahnya, bukannya buru buru masukin penis tegangnya, Seungcheol malah cium dan sesap sesap leher Mingyu, ninggalin bekas keunguan disana dan ngerasain enak tegangnya kehimpit dan kegesek sama perut Mingyu yang rata.
“Hhhh.. Mingyu.. Sayang” Seungcheol keluar banyak di perut Mingyu. Ninggalin jejak lengket yang kemudian semakin Mingyu peperin ke dada dan selangkangannya. Seungcheol desah pelan liatin itu semua. Termasuk waktu Mingyu jejalin mulut Seungcheol dengan jarinya yang penuh sama cairan peju miliknya. Seungcheol kasih kecupan disana setelah dia jilatin semuanya sampai bersih. Sementara tangan Mingyu yang satunya kocokin penisnya yang baru orgasme itu sampai setengah berdiri.
Mingyu mau balas dendam. Seungcheol yang terus main main daritadi membuat Mingyu gemas. Mingyu kaitin kakinya ke pinggang Seungcheol dan lumat habis bibir Seungcheol lalu coba putar balik keadaan dengan dorong sampai dia jatuh tiduran di sampingnya. Kemudian Mingyu ambil satu bungkus kondom dari laci nakas samping tempat tidur Seungcheol dan sengaja gigit ujungnya buat ngebuka.
Sebelum masangin, Mingyu jilat dulu penis Seungcheol, seperti yang Seungcheol lakukan tadi ke jarinya dan kasih banyak hisapan dan kecupan dari pangkal ke ujung yang nggak berhenti ngeluarin cairan yang sama dengan cairan yang kini makin lengket di perutnya.
Seungcheol menggeram dan melenguh panjang. Nggak sanggup lagi nahan orgasme keduanya malam itu waktu Mingyu kasih hisapan kuat, keluar masuk hingga ke pangkal tenggorokannya. Seungcheol keluar dengan penisnya di dalam mulut basah Mingyu, sementara pembungkus karet yang Mingyu buka tadi kini terkulai di jari tengah dan manisnya dan ngasih sensasi aneh akibat kegesek sama puting Seungcheol yang ikut menegang sedari tadi.
-
Mingyu bangun dengan kepala yang berputar pening. Seungcheol tidur munggungin dia dan suara dengkurannya terdengar halus. Mingyu kemudian beringsut untuk bangun waktu dia sadar baju yang dipakainya bukan baju miliknya, tapi milik Seungcheol. Dia baru ingat kalau dia ninggalin baju kotornya di ruang tengah, mungkin sama dalemannya yang basah juga soalnya seinget dia semalam mereka jalan ke kamar sambil ciuman dengan keadaan telanjang.
“Your clothes are safe. It's on the laundry” Ucap Seungcheol seperti dia bisa baca pikiran Mingyu. “Aku yang pindahin soalnya semalem kamu tidur kaya orang pingsan” Lanjutnya, dengan suara parau khas orang bangun tidur.
“Oh.. Oke..” Mingyu cuma ngangguk ngangguk paham lalu mengurut pelipisnya. Bayangan Seungcheol manggil dia sayang kembali terputar di otaknya. Biasanya Mingyu nggak peduli gimana partnernya manggil dia selama berhubungan seks. Dan sayang adalah panggilan yang begitu umum, yang tercipta dari bagaimana suasana membawanya. Tapi kenapa jantungnya jadi berdetak nggak karuan kalau yang diingat itu cuma waktu dia berhubungan sama Seungcheol.
“Ayah…”
Raya mengetuk dan membuka kamar ayahnya. Sedikit terkejut menemukan Mingyu disana yang masih terduduk di balik selimut. Mingyu menempelkan jari telunjuk ke bibirnya dan membiarkan Raya naik ke tempat tidur mereka.
“Raya kira Papi sudah pulang” Ucapnya sambil memeluk Mingyu erat. Mingyu tersenyum dan seketika pening dan pedih di hatinya sirna.
Mingyu terkekeh pelan. Mengayun ayunkan badannya dengan Raya yang anteng di pangkuannya.
“Bukannya Raya berdoa semalam Raya mau lihat Papi dan Ayah selalu bersama?”
Raya nggak menjawab dan Mingyu bisa ngerasain nafas teratur Raya di dadanya. Mingyu ketawa lagi. Lagi lagi keluarga ini kelihatan seperti keluarga bahagia pada umumnya.
Sinar matahari yang lembut masuk dari sela kelambu dan jatuh lurus di atas kaki mereka yang masih tertutup selimut. Cahayanya berpendar membuat Mingyu bisa lebih jelas ngelihat pemandangan di sekitarnya.
Ada banyak campur tangan Mibgyu di dalam bangunan rumah ini dan itu membuat hatinya terasa linu. Jendela di sisi utara dan menghadap ke taman, dapur dengan mini bar yang terhubung dengan ruang keluarga, begitu pula teras yang luasnya cukup untuk anak mereka bermain dan bersepeda. Semakin ngilu ketika Mingyu sadar nggak seharusnya Mingyu menyimpan rasa memiliki, sebab saat perceraian mereka, rumah yang baru selesai 30% pembangunannya itu diubah menjadi hak milik Seungcheol dan Mingyu menerima semua pengembalian dananya. Yang kemudian Mingyu gunakan untuk membangun usahanya.
“Kamu bakal diterima terus disini. It's not my house. It's Raya’s”
Ucap Seungcheol tempo hari, waktu pertama kali Mingyu menginjakkan kaki di rumah ini.
Ngilu itu terasa semakin nyata sebab yang Mingyu maksud mungkin bukan rasa ingin memiliki kembali rumah ini, tetapi orang orang di dalamnya. Kalau Mingyu boleh berharap, Ia ingin memiliki dua orang yang ada di dekapannya sekarang dengan utuh.
Dua orang yang membuat Mingyu merasa dirinya kembali ke rumah.
Pages Navigation
deanotsogood Thu 09 Oct 2025 08:37AM UTC
Comment Actions
ontheothersideahurricane on Chapter 1 Thu 09 Oct 2025 02:23PM UTC
Comment Actions
ellpharmon Thu 09 Oct 2025 01:04PM UTC
Comment Actions
ontheothersideahurricane on Chapter 1 Thu 09 Oct 2025 02:24PM UTC
Comment Actions
cc (Guest) Thu 09 Oct 2025 01:16PM UTC
Comment Actions
ontheothersideahurricane on Chapter 1 Thu 09 Oct 2025 02:25PM UTC
Comment Actions
petitepain Thu 09 Oct 2025 02:42PM UTC
Comment Actions
Daisy (Guest) Thu 09 Oct 2025 02:56PM UTC
Comment Actions
cwreyy Thu 09 Oct 2025 04:22PM UTC
Comment Actions
mangoesaround Thu 09 Oct 2025 05:04PM UTC
Comment Actions
scalesastraea Thu 09 Oct 2025 05:54PM UTC
Comment Actions
Asteryashy Thu 09 Oct 2025 06:26PM UTC
Comment Actions
successfulgirly Thu 09 Oct 2025 07:40PM UTC
Comment Actions
mg2359 Thu 09 Oct 2025 10:44PM UTC
Comment Actions
coupscake Thu 09 Oct 2025 11:17PM UTC
Comment Actions
Blueberrieshoney Fri 10 Oct 2025 12:00AM UTC
Comment Actions
cijeukimbab Fri 10 Oct 2025 01:38AM UTC
Comment Actions
cxmgyucheol (Guest) Fri 10 Oct 2025 02:24AM UTC
Comment Actions
eternalseokshine on Chapter 1 Fri 10 Oct 2025 04:22AM UTC
Comment Actions
heforci Fri 10 Oct 2025 10:56AM UTC
Comment Actions
rrrrr (Guest) on Chapter 1 Fri 10 Oct 2025 07:11PM UTC
Comment Actions
hiddenme (Guest) on Chapter 2 Mon 13 Oct 2025 02:44PM UTC
Comment Actions
DCangtip on Chapter 3 Mon 13 Oct 2025 10:39PM UTC
Comment Actions
Pages Navigation