Chapter Text
“What the fuck are you doing in my bed!? ” Giyuu terlonjak kala ia mendapati Sanemi yang terlelap sambil memeluknya dari belakang.
“Berisik, bangsat!” ujar Sanemi dengan suara serak khas orang bangun tidur. “Masih pagi,” lanjutnya seraya berbalik badan, mengeratkan selimut, dan kembali menutup mata.
“Bangun anjir!” Giyuu bangkit dari tidurnya lalu mengguncangkan tubuh Sanemi. “Lo ngapain di sini, goblok?”
Sanemi mengembuskan napas kasar. Lalu, secara perlahan mendudukkan diri menghadap sang tuan rumah. Selimut yang tadi menutupi tubuhnya, kini terlepas begitu saja dan menampilkan dada telanjangnya.
Giyuu menelan napas susah payah dan membuang muka, tak kuasa memandang pria di hadapannya lebih lama. Sedangkan, Sanemi yang tak menyadari bahwa Giyuu sedang mengalami krisis, malah asyik mengusak mata dan meregangkan tubuh, berusaha mengusir rasa kantuk yang masih menguasainya.
Sanemi berdecih dan memandang remeh si Omega. "Funny how you suddenly forgot everything.”
Bersamaan dengan kalimat tersebut selesai dilontarkan, aroma bergamot bercampur kayu cendana menguar kuat memenuhi udara. Layaknya menunjukkan bahwa Sanemi kesal, pria itu merasa tak nyaman.
Di sisi lain, dalam benak sang Omega tiba-tiba muncul reka ulang kejadian semalam. Ia pun seakan dapat mendengar setiap rintihan kotor yang keluar dari mulutnya serta geraman rendah Sanemi tiap kali sang Alpha mengenai titik manisnya.
Segala kalimat vulgar dan setiap sentuhan yang ia terima pun terputar jelas di pikiran Giyuu. Pria berusia 26 tahun itu merasakan wajahnya memanas kala menyadari bahwa semalam ia mengizinkan Sanemi melesakkan knot-nya dan membuat tubuh bagian bawa mereka bertaut selama hampir satu jam lamanya. Dan yang membuat Giyuu merasa hampir gila adalah ia membiarkan hal tersebut terjadi berkali-kali.
No wonder his lower body felt so sore and sticky now, huh.
Giyuu ingat, semalam ia sebenarnya sempat merasa sedikit gelisah. Karena sepengetahuannya, knot seorang Alpha hanya akan bertahan paling lama 30 menit. Sementara, milik Sanemi berdurasi dua kali lipat lebih lama. Namun, di bawah pengaruh alkohol, Giyuu tak ambil pusing. Toh, ia tak pernah lupa meminum obat kontrasepsi dan, menurutnya, tak akan jadi masalah besar karena heat -nya sudah selesai tiga hari yang lalu.
Giyuu menunduk malu, rambut panjangnya terurai menutupi wajah. Hancur sudah harga dirinya di hadapan Sanemi. Dalam diam, ia merutuki kecerobohan yang membuatnya berujung tidur dengan orang paling memuakkan di hidupnya.
“Eh, leher lo …” bisik Sanemi, memecah keheningan di antara mereka. Tangannya terulur, berniat untuk menyentuh scent gland Giyuu.
Sang Omega langsung menatap Sanemi dengan horor, secara refleks menutupi tengkuknya. Tepat di bawah jemarinya, ia dapat merasakan sebuah bekas gigitan yang cukup dalam. “Anjing! Lo nandain gue?!”
“Yaelah, biasa aja kali. Itu cuma sementara, nanti juga ilang,” balas si Alpha yang dengan santainya malah bersandar ke ujung tempat tidur. “Lagian itu lo sendiri yang minta.”
“Nggak! Nggak mungkin gue yang minta!”
Seketika, aroma bunga lavender dan kayu cedar langsung meledak beradu dengan feromon Sanemi yang masih memenuhi kamar di mana mereka berada.
“Terserah kalau nggak percaya. Bukan urusan gue.” Sanemi mengedikkan bahu lalu melipat kedua tangannya di depan dada dan kembali menutup mata.
“Apa kata orang kalau mereka tau gue ditandain sama lo?!”
“Ya mau gimana lagi? Orang udah kejadian juga.” Sanemi melirik Giyuu dengan ujung matanya sebelum kembali terpejam. “Anggap aja kita setimpal soalnya lo juga ninggalin banyak tanda di badan gue,” jawab Sanemi seraya menunjukkan punggungnya pada sang Omega .
Napas Giyuu tertahan di tenggorokkan saat ia melihat betapa banyaknya guratan panjang dan juga kiss mark di tubuh Sanemi.
“Kenapa? Masih nggak terima?” ucap Sanemi saat Giyuu tak juga membuka suara. “Ya udah, sini gigit balik aja biar beneran impas.” Kemudian, sang Alpha menjenjangkan lehernya sambil memandang Giyuu dengan malas.
Di matanya, tak ada kebencian. Tak ada pula sorot mata merendahkan. Yang ada hanyalah tatapan datar, seakan memberi isyarat bahwa ia ingin semua ini segera diselesaikan.
Pada saat yang sama, rahang Giyuu mengeras, jantungnya berdegup kencang, sementara dadanya naik turun tak beraturan dan matanya menatap si Alpha dengan nyalang. “Bajingan!”
--
Namun, dua bulan kemudian saat Giyuu mendapati tanda positif pada alat tes kehamilannya, tanpa pikir panjang ia segera mengundurkan diri dari tempat kerja dan angkat kaki dari tempat tinggalnya.
Panik.
Sanemi tak boleh tahu soal ini.
Chapter Text
Discovering that Shinazugawa Sanemi is a biter wasn't on Giyuu's life bingo.
Jika boleh jujur, sebenarnya itu adalah informasi yang tak ingin Giyuu ketahui. Namun, karena kecerobohan yang dilakukan pada pesta perusahaan tempo hari, ia secara tak sengaja membuktikannya sendiri.
Giyuu menatap pantulan dirinya di cermin. Rahangnya mengeras kala mendapati banyak sekali bekas ungu kemerahan di tubuhnya.
Jika bukan mahakarya Sanemi, lantas siapa lagi?
Berdasarkan artikel yang ia baca dan juga ulasan dari beberapa orang temannya, seharusnya Tanda Sementara akan hilang paling lama tiga hari. Namun, hingga detik ini gigitan tersebut masih membekas jelas di tengkuknya.
Omega itu menghela napas lelah.
“Yaelah, biasa aja kali. Nanti juga ilang,” ujar Sanemi, kala itu, dengan penuh percaya diri. Seakan apa yang ia katakan merupakan sebuah kebenaran dan pasti menjadi kenyataan.
Alih-alih, ucapan Sanemi malah melenceng. Sebab, tanda di tengkuk Giyuu tak kunjung pudar padahal hari kedelapan sudah datang.
Giyuu mengusak rambutnya kesal. Hatinya begitu jengkel. Pasalnya, sesaat setelah Sanemi angkat kaki dari rumahnya tempo hari, ia sudah melakukan berbagai cara untuk melenyapkan jejak Sanemi di tubuhnya.
Ia membersihkan diri dengan teliti, memastikan tak ada lagi sperma atau cairan lain yang tersisa. Tak lupa, ia juga memakai scent blocker untuk menyamarkan aroma Sanemi yang bercampur dengan miliknya.
Giyuu selalu berhati-hati, tak ingin orang mengetahui bahwa ia telah berbagi ranjang dengan Sanemi. Terlebih ketika hendak berangkat kerja. Ia memastikan setiap scent gland yang ada di tubuhnya tertutupi oleh blocker. Tak lupa, ia meminum suppressant supaya feromonnya semakin samar.
Setidaknya, hal tersebut dapat membuat Giyuu bernapas lebih lega. Sebab, sejauh ini sepertinya semua baik-baik saja. Segala usahanya membuahkan hasil karena tak pernah ada yang menatapnya curiga.
Melirik jam yang menggantung di dinding, Giyuu menyadari bahwa dirinya harus segera berangkat jika tak ingin terlambat.
Thus, Giyuu took one last glance at the bite marks on his body. Sang Omega mengerang kesal dan buru-buru mengancingkan kemejanya
If someone were to ask Giyuu, yes, Shinazugawa Sanemi is a biter.
さねぎゆ
“We need to talk.”
Giyuu sedang berjalan menuju gedung departemennya saat seseorang tiba-tiba saja mencengkeram pergelangan tangannya. Langkahnya terhenti, Giyuu berbalik dan menemukan Sanemi di hadapannya.
Panas.
Giyuu seakan tersengat listrik kala kulit mereka bersentuhan. Maka, ia buru-buru menarik tangannya dari genggaman si Alpha.
Ia melirik jam di pergelangan tangannya sebelum memandang Sanemi bosan. Berharap pria tersebut dapat menangkap sinyal bahwa dirinya tak memiliki banyak waktu untuk basa basi.
Sanemi memandang Giyuu dengan malas. Ia berdecih sebelum berkata, “Someone’s always got so much going on, huh?”
Giyuu menghela napas lelah. Hari masih pagi, tetapi Sanemi sudah menguji kesabarannya. Tak ingin membuang waktu, Giyuu melemparkan tatapan datar pada Sanemi sebelum kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti.
“Listen, let’s just forget about it.”
Lagi, Sanemi meraih pergelangan tangan sang Omega.
Kali ini, Giyuu menghempaskan tangan Sanemi dengan kasar sembari berusaha mempertahankan wajah tanpa ekspresi. Lalu, ia mengambil beberapa langkah untuk menjauh dari pria bermarga Shinazugawa tersebut.
“Will you please stop touching me?”
Lelaki yang lebih muda memutar bola matanya malas. “Trust me, if touching you was the only way to survive the end of the world, I'd rather die.”
Ah, Shinazugawa Sanemi dan mulutnya yang berbisa. Bukan hal baru, apalagi untuk Tomioka Giyuu.
“Sebentar lagi jam delapan and I don’t have time for your pointless talk.” Si Omega menutup mata dan menarik napas panjang. “Langsung ke intinya aja. Asal lo tau, gue sama sekali nggak pernah kepikiran soal malem itu.”
Serigala Giyuu tertawa meremehkan.
“Bagus kalau gitu.” Sanemi tersenyum sinis. Ia berdiri tegak dengan kedua tangan menyilang di depan dada dan menatap Giyuu tepat di kedua matanya. “Gue nggak mau urusan nggak penting kayak gini ngenganggu kerjaan gue.”
Giyuu menatap Sanemi seakan menantangnya beradu untuk memperebutkan dominasi. “Kalau emang nggak penting, terus ngapain lo ngomongin soal ini ke gue?”
Sanemi membuka mulut, terlihat hendak menyampaikan sesuatu. Namun, Giyuu berhasil memotongnya terlebih dulu.
“Isn’t it funny?”
Alis mata Sanemi bertaut, ia menatap tajam pada pria di hadapannya.
“Last time I checked, you got mad when I couldn’t remember what happened the night before. Dan sekarang lo berdiri di sini cuma buat minta gue lupain malem itu, aneh.”
Giyuu mendengus, sebuah decihan kecil keluar dari bibirnya. Suatu hal langka baginya yang lebih sering diam dan terlihat tanpa ekspresi apa pun di wajah.
“Kalau ada di antara kita berdua yang terganggu, bukan gue orangnya.” Giyuu menusuk dada Sanemi dengan jari telunjuknya sebelum benar-benar berlalu.
“Eh anjing! Maksud lo apa?!” seru si Alpha.
Giyuu tak peduli, ia terus berjalan karena tak ingin lebih lama berinteraksi dengan Sanemi.
Hingga kemudian, feromon Sanemi bercampur aroma lavender dan kayu cedar menghantam indera penciumannya. Kuat sekali, bagaikan angin kencang di musim panas.
Mata Giyuu melebar, langkahnya terhenti seketika.
Feromonnya.
Melekat di tubuh Sanemi.
Belum hilang hingga hari ini.
Jika di hari kedelapan saja aromanya masih sekuat ini, Giyuu tak bisa membayangkan setajam apa feromonnya melekat pada Sanemi di hari pertama setelah mereka bercinta.
Kedua tangan Giyuu mengepal di sisi tubuh. Jantungnya berdebar kencang lantaran amarah yang mulai terbakar.
Ia sadar betul bahwa Sanemi adalah seorang Alpha. Sudah jadi rahasia umum bahwa golongan tersebut senang sekali memamerkan feromonnya.
Namun, mengapa Sanemi tak menutupi aroma feromon mereka dan membiarkannya menguar begitu saja? Bagaimana jika perbuatannya ini membuat usaha Giyuu menyembunyikan feromonnya sia-sia?
Keparat!
Notes:
Cross-posted on Twitter.
zaeichi on Chapter 1 Sat 06 Sep 2025 10:56AM UTC
Comment Actions
sebotolamer on Chapter 1 Fri 10 Oct 2025 01:34AM UTC
Comment Actions
yuebbit on Chapter 1 Sat 06 Sep 2025 12:45PM UTC
Comment Actions
sebotolamer on Chapter 1 Fri 10 Oct 2025 01:36AM UTC
Comment Actions
KimiaTheater on Chapter 1 Sun 07 Sep 2025 02:01AM UTC
Comment Actions
sebotolamer on Chapter 1 Fri 10 Oct 2025 01:35AM UTC
Comment Actions
bttmzzt on Chapter 1 Mon 08 Sep 2025 04:37AM UTC
Comment Actions
sebotolamer on Chapter 1 Fri 10 Oct 2025 01:37AM UTC
Comment Actions